(Foto: Albert)
Keras,
kasar, dan kokoh. Rela mengorbankan tubuhnya menjadi sebuah alas untuk menumbuk,
menggiling, melumat, mengulek, dan menyatu padukan bahan – bahan tertentu
menjadi sebuah kesatuan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia.
Seperti bumbu dapur, jamu, bahkan obat – obatan.
Benda yang menurut sebuah literatur sudah hidup sejak ribuan tahun yang lalu, saat peradaban manusia masih belum mengenal obat – obatan dan bumbu cepat saji. Di era modern ini dia masih eksis dan masih membantu jutaan manusia dalam menjalankan kehidupannya, khususnya ibu rumah tangga yang sering menghabiskan waktunya di dapur.
Cobek. Begitulah sebutannya. Sebuah benda yang berbentuk bulat dan memiliki cekungan di tengahnya yang terbuat dari bahan yang keras, misalnya kayu keras, batu, keramik, ataupun logam (kuningan atau baja anti karat). Saat ini, cobek masih menjadi komoditas utama bagi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya cobek batu. Dikarenakan ketradisionalan dan ke khasannya saat dipakai untuk menyatu padukan bumbu dapur, cobek batu ini masih menjadi favorit penggunanya, yaitu ibu rumah tangga.
Keberadaan cobek batu tidak hanya bermanfaat bagi ibu rumah tangga dan urusan masak-memasak saja, namun bermanfaat juga sebagai motor penggerak perekonomian masyarakat di Indonesia. Salah satu contoh nya di kampung yang berada di kawasan Desa Jaya Mekar, Kecamatan Padalarang. Kampung Citatah namanya, sebuah Kampung yang memang menjadi salah satu sentra pembuatan cobek batu di Jawa Barat. Menurut ketua RW 11 Kampung Citatah, Isah Suryani. Menjadi pengrajin cobek batu sudah menjadi pencaharian utama bagi warga di sana. ”Hampir 90 persen warga di sini membuat cobek batu. Sedangkan 10 persen lagi hanya menjadi petani dan buruh pabrik. Bahkan anak muda di sini, banyak yang meneruskan jejak orangtuanya,” pungkasnya.
Kampung yang berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari pusat kecamatan padalarang ini memang terletak di kaki Gunung Citatah yang mengandung batu alam yang cukup banyak, sehingga memungkinkan masyarakat sekitar mengolah batu alam tersebut menjadi cobek batu.
Sebelum menjadi cobek batu yang siap di pasarkan, batu alam di Gunung Citatah harus menempuh berbagai macam tahapan terlebih dahulu. Pertama, batu alam harus di gali dan didapatkan sendiri dari tambang. Pengambilan bahan dasar cobek batu ini menggunakan palu dan alat pahat dengan cara memecah batu alam menjadi ukuran yang pas untuk di jadikan sebuah cobek batu. Setelah batu alam terpecah menjadi ukuran yang pas untuk dijadikan sebuah cobek batu, batu alam tersebut di angkut ke tempat pengolahan yang tidak terlalu jauh dari tambang untuk mulai dibentuk menjadi cobek batu.
Kemudian pecahan - pecahan batu alam tersebut dibelah menjadi ukuran-ukuran yang cukup untuk ukuran cobek batu tertentu. Biasanya ukuran tingginya sekitar 10 - 15 centimeter sedangkan ukuran luasnya mengikuti dari bahan baku batu itu sendiri. Standardnya setiap batu besar dijadikan ukuran antara 20 – 30 centimeter. Kalau hasil pembelahan tidak begitu bagus, dan masih menyisakan batu dalam bentuk yang tidak rata, biasanya batu diukir menggunakan besi tempa yang ujungnya kecil dan panjang terlebih dahulu sehingga batu lumayan memilik bentuk.
Dengan menggunakan besi tempa, sisi atas dari batu alam tersebut dihaluskan secara kasar sehingga lumayan jadi datar. Setelah dirasa cukup datar, batu diukur menggunakan cetakan yang berbentuk bulat dan terbuat dari besi pipih dengan ukuran tertentu, kemudian dibentuk menjadi bulat menggunakan alat pahat.
Bagian atas batu dihaluskan kembali pinggirannya menggunakan alat pahat. Kemudian dibuat lingkaran di tengahnya, lingkaran ini yang nantinya dijadikan cekungan cobek batu. Setelah itu, bagian tersebut di keruk menggunakan alat pahat cekungan. Setelah proses cekungan terbentuk, lalu dihaluskan dengan besi tempa. Setelah bagian dalam terbentuk dan sudah di haluskan, selanjutnya menghaluskan bagian luar agar terlihat lebih rapih. Setelah proses tersebut, cobek batu di gosok menggunakan batu gosok supaya lebih halus lagi. Seluruh proses pembuatan cobek batu di Kampung Citatah ini dilakukan dengan tenaga manusia dan hanya dibantu dengan alat – alat yang sederhana.
Setelah cobek batu jadi dan siap dipasarkan, cobek – cobek ini dikirim dari tempat pengolahan yang letaknya dekat dengan tambang batu alam ke tempat pengepul di Kampung Citatah yang menghabiskan waktu sekitar setengah sampai satu jam, dan medan yang arus ditempuh pun cukup terjal dan licin. Pengangkutan cobek – cobek ini dilakukan dengan alat angkutan tradisional, namun terkadang dibantu menggunakan sepeda motor juga.
Setelah sampai ditempat pengepul. Cobek – cobek batu asal Kampung Citatah pun di pasarkan ke berbagai kota di Indonesia, seperti Tanggerang, Bogor, Banten, dan bahkan kota Lampung. Segala proses pembuatan hingga pemasaran cobek batu Kampung Citatah ini dilakukan oleh warga sekitar, tidak ada warga luar yang ikut campur. Harga cobek batu Kampung Citatah ini dibandrol 10 sampai 60 ribu rupiah per buahnya, tergantung ukuran cobek batu tersebut.
Pembagian hasil pembuatan dan pemasaran cobek batu di Kampung Citatah ini sudah diatur sesuai perjanjian perniagaan yang dibuat oleh masyarakat di sana. Penambang dan pengolah batu alam mendapatkan 8 ribu rupiah per buah cobek batu ukuran kecil, sedangkan untuk ukuran yang besar cobek batu dihargai 35 ribu rupiah per buahnya. Untuk pengepul dan bagian pemasaran, mendapatkan keuntungan sekitar 2 sampai 15 ribu rupiah dari setiap cobek yang dijualnya, tergantung ukuran.
Proses pembuatan cobek batu di Kampung Citatah ini memang tdak terlalu mudah, terlebih untuk Nanang. Pria yang sudah berumur 70 tahun ini masih dengan giat menjadi pengrajin cobek batu di Kampung Citatah sejak 20 tahun yang lalu. Meskipun usianya yang sudah masuk ke kategori usia tidak produktif lagi, Nanang masih semangat membuat cobek batu. Anak dan cucunya yang sudah tinggal jauh, mengharuskan dia tetap bekerja menjadi pengrajin cobek batu untuk melangsungkan kehidupannya bersama istri tercintanya di Kampung Citatah.
Dikarenakan usianya yang sudah tidak fit lagi, Nanang yang bekerja di bagian penambangan dan pengolahan cobek batu Kampung Citatah ini hanya mampu menghasilkan 4 buah cobek batu ukuran kecil per harinya, yang berarti dalam sehari Nanang hanya mendapatkan 32 ribu per hari. Berbeda dengan Ade, bapak 44 tahun ini mampu menghasilkan 2 sampai 4 buah cobek batu besar per harinya. Ade yang merupakan bapak 1 anak harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan istri dan ananya yang sedang duduk di kelas 3 SMP.
Meskipun pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Citatah ini cukup berat dengan hasil yang mungkin kurang setimpal, namun masyarakat di sana masih bertahan dengan bisnis cobek batunya yang sudah menjadi motor perekonomian masyarakat di sana sejak bertahun – tahun yang lalu.
Benda yang menurut sebuah literatur sudah hidup sejak ribuan tahun yang lalu, saat peradaban manusia masih belum mengenal obat – obatan dan bumbu cepat saji. Di era modern ini dia masih eksis dan masih membantu jutaan manusia dalam menjalankan kehidupannya, khususnya ibu rumah tangga yang sering menghabiskan waktunya di dapur.
Foto: Albert
Cobek. Begitulah sebutannya. Sebuah benda yang berbentuk bulat dan memiliki cekungan di tengahnya yang terbuat dari bahan yang keras, misalnya kayu keras, batu, keramik, ataupun logam (kuningan atau baja anti karat). Saat ini, cobek masih menjadi komoditas utama bagi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya cobek batu. Dikarenakan ketradisionalan dan ke khasannya saat dipakai untuk menyatu padukan bumbu dapur, cobek batu ini masih menjadi favorit penggunanya, yaitu ibu rumah tangga.
Keberadaan cobek batu tidak hanya bermanfaat bagi ibu rumah tangga dan urusan masak-memasak saja, namun bermanfaat juga sebagai motor penggerak perekonomian masyarakat di Indonesia. Salah satu contoh nya di kampung yang berada di kawasan Desa Jaya Mekar, Kecamatan Padalarang. Kampung Citatah namanya, sebuah Kampung yang memang menjadi salah satu sentra pembuatan cobek batu di Jawa Barat. Menurut ketua RW 11 Kampung Citatah, Isah Suryani. Menjadi pengrajin cobek batu sudah menjadi pencaharian utama bagi warga di sana. ”Hampir 90 persen warga di sini membuat cobek batu. Sedangkan 10 persen lagi hanya menjadi petani dan buruh pabrik. Bahkan anak muda di sini, banyak yang meneruskan jejak orangtuanya,” pungkasnya.
Kampung yang berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari pusat kecamatan padalarang ini memang terletak di kaki Gunung Citatah yang mengandung batu alam yang cukup banyak, sehingga memungkinkan masyarakat sekitar mengolah batu alam tersebut menjadi cobek batu.
Sebelum menjadi cobek batu yang siap di pasarkan, batu alam di Gunung Citatah harus menempuh berbagai macam tahapan terlebih dahulu. Pertama, batu alam harus di gali dan didapatkan sendiri dari tambang. Pengambilan bahan dasar cobek batu ini menggunakan palu dan alat pahat dengan cara memecah batu alam menjadi ukuran yang pas untuk di jadikan sebuah cobek batu. Setelah batu alam terpecah menjadi ukuran yang pas untuk dijadikan sebuah cobek batu, batu alam tersebut di angkut ke tempat pengolahan yang tidak terlalu jauh dari tambang untuk mulai dibentuk menjadi cobek batu.
Kemudian pecahan - pecahan batu alam tersebut dibelah menjadi ukuran-ukuran yang cukup untuk ukuran cobek batu tertentu. Biasanya ukuran tingginya sekitar 10 - 15 centimeter sedangkan ukuran luasnya mengikuti dari bahan baku batu itu sendiri. Standardnya setiap batu besar dijadikan ukuran antara 20 – 30 centimeter. Kalau hasil pembelahan tidak begitu bagus, dan masih menyisakan batu dalam bentuk yang tidak rata, biasanya batu diukir menggunakan besi tempa yang ujungnya kecil dan panjang terlebih dahulu sehingga batu lumayan memilik bentuk.
Dengan menggunakan besi tempa, sisi atas dari batu alam tersebut dihaluskan secara kasar sehingga lumayan jadi datar. Setelah dirasa cukup datar, batu diukur menggunakan cetakan yang berbentuk bulat dan terbuat dari besi pipih dengan ukuran tertentu, kemudian dibentuk menjadi bulat menggunakan alat pahat.
(Foto: Albert)
Bagian atas batu dihaluskan kembali pinggirannya menggunakan alat pahat. Kemudian dibuat lingkaran di tengahnya, lingkaran ini yang nantinya dijadikan cekungan cobek batu. Setelah itu, bagian tersebut di keruk menggunakan alat pahat cekungan. Setelah proses cekungan terbentuk, lalu dihaluskan dengan besi tempa. Setelah bagian dalam terbentuk dan sudah di haluskan, selanjutnya menghaluskan bagian luar agar terlihat lebih rapih. Setelah proses tersebut, cobek batu di gosok menggunakan batu gosok supaya lebih halus lagi. Seluruh proses pembuatan cobek batu di Kampung Citatah ini dilakukan dengan tenaga manusia dan hanya dibantu dengan alat – alat yang sederhana.
Setelah cobek batu jadi dan siap dipasarkan, cobek – cobek ini dikirim dari tempat pengolahan yang letaknya dekat dengan tambang batu alam ke tempat pengepul di Kampung Citatah yang menghabiskan waktu sekitar setengah sampai satu jam, dan medan yang arus ditempuh pun cukup terjal dan licin. Pengangkutan cobek – cobek ini dilakukan dengan alat angkutan tradisional, namun terkadang dibantu menggunakan sepeda motor juga.
Setelah sampai ditempat pengepul. Cobek – cobek batu asal Kampung Citatah pun di pasarkan ke berbagai kota di Indonesia, seperti Tanggerang, Bogor, Banten, dan bahkan kota Lampung. Segala proses pembuatan hingga pemasaran cobek batu Kampung Citatah ini dilakukan oleh warga sekitar, tidak ada warga luar yang ikut campur. Harga cobek batu Kampung Citatah ini dibandrol 10 sampai 60 ribu rupiah per buahnya, tergantung ukuran cobek batu tersebut.
Pembagian hasil pembuatan dan pemasaran cobek batu di Kampung Citatah ini sudah diatur sesuai perjanjian perniagaan yang dibuat oleh masyarakat di sana. Penambang dan pengolah batu alam mendapatkan 8 ribu rupiah per buah cobek batu ukuran kecil, sedangkan untuk ukuran yang besar cobek batu dihargai 35 ribu rupiah per buahnya. Untuk pengepul dan bagian pemasaran, mendapatkan keuntungan sekitar 2 sampai 15 ribu rupiah dari setiap cobek yang dijualnya, tergantung ukuran.
Proses pembuatan cobek batu di Kampung Citatah ini memang tdak terlalu mudah, terlebih untuk Nanang. Pria yang sudah berumur 70 tahun ini masih dengan giat menjadi pengrajin cobek batu di Kampung Citatah sejak 20 tahun yang lalu. Meskipun usianya yang sudah masuk ke kategori usia tidak produktif lagi, Nanang masih semangat membuat cobek batu. Anak dan cucunya yang sudah tinggal jauh, mengharuskan dia tetap bekerja menjadi pengrajin cobek batu untuk melangsungkan kehidupannya bersama istri tercintanya di Kampung Citatah.
Dikarenakan usianya yang sudah tidak fit lagi, Nanang yang bekerja di bagian penambangan dan pengolahan cobek batu Kampung Citatah ini hanya mampu menghasilkan 4 buah cobek batu ukuran kecil per harinya, yang berarti dalam sehari Nanang hanya mendapatkan 32 ribu per hari. Berbeda dengan Ade, bapak 44 tahun ini mampu menghasilkan 2 sampai 4 buah cobek batu besar per harinya. Ade yang merupakan bapak 1 anak harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan istri dan ananya yang sedang duduk di kelas 3 SMP.
Meskipun pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Citatah ini cukup berat dengan hasil yang mungkin kurang setimpal, namun masyarakat di sana masih bertahan dengan bisnis cobek batunya yang sudah menjadi motor perekonomian masyarakat di sana sejak bertahun – tahun yang lalu.
ConversionConversion EmoticonEmoticon