(Foto: Reuters)
Komunikasi massa adalah proses penyebaran pesan kepada khalayak luas yang tersebar, heterogen, anonim melalui media massa (cetak atau elektronik) sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Informasi dari media massa harus mewakili keingintahuan khalayak (public right to know). Informasi yang menyeluruh dan akurat dari media massa mampu membentuk opini publik dalam masyarakat.
Media massa diyakini memiliki kekuatan besar dalam pembentukan opini publik dan menjadi alat efektif dalam melancarkan propaganda. Dengan media massa, seseorang atau kelompok tertentu menanamkan pesan tertentu melalui informasi - informasi yang penyajiannya seringkali disetting terlebih dulu. Dengan media massa orang bisa mencitrakan dirinya, menaikkan pamor tokoh tertentu atau bahkan menjatuhkan figur lawan. Media massa sendiri memiliki berbagai peran, salah satunya ialah dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang maupun sekelompok orang ataupun masyarakat. Media mempengaruhi pandangan masyarakat dalam proses pembentukan opini atau sudut pandangnya. Media massa dapat dikatakan merupakan senjata yang ampuh bagi pembentukan atau bahkan perusakan citra.
Pembuat keputusan termasuk pemerintah acapkali menjadikan media massa sebagai alat untuk mengetahui pikiran, keinginan masyarakat. Sekalipun tidak akan diketahui secara pasti apa yang dikehendaki seluruh lapisan masyarakat. Opini publik yang terbentuk dari media massa dapat menimbulkan kontroversi, antara pemerintah dan masyarakat sendiri. Namun, tidak jarang juga opini publik justru diarahkan (disetting) untuk menguatkan pemangku kepentingan tertentu. Dari hal itulah, opini publik juga tidak sepenuhnya mencerminkan pemikiran dan kehendak rakyat.
Salah satu contoh kasus media massa dapat menggiring opini publik adalah peristiwa World Trade Center atau yang sering di kenal dengan WTC pada 11 September tahun 2001. Pasca peristiwa World Trade Center (WTC) dan Pentagon tanggal 11 September 2001, Amerika Serikat gencar melakukan kampanye Perang Melawan Terorisme di Afghanistan dengan tujuan menggulingkan kekuasaan taliban yang dituduh melindungi Al-Qaeda. Kampanye tersebut dihembuskan salah satunya sebagai upaya untuk menangkap Osama bin Laden.
Walau kebenaran aksi pengeboman tersebut diragukan beberapa pihak, yang kemudian memunculkan isu bahwa peristiwa WTC merupakan aksi yang didesain oleh Amerika Serikat sendiri, namun pemberitaan tentang peristiwa WTC gencar menjadi top isu di dunia. Propaganda Amerika melawan terorisme disampaikan lewat media massa global yang dapat berpengaruh secara internasional, melalui CNN, NBC, FOX, VOA, dan lain-lain. Dengan pesan yang disetting sedemikian rupa, dimana media-media tersebut menguatkan berita bahwa penggerak terorisme adalah orang-orang Timur Tengah yang beragama islam.
Setelah peristiwa tersebut media di Amerika Serikat mulai menggembar - gemborkan bahwa agama Islam adalah agama yang penuh dengan kekerasan, kebencian, egois, tidak toleran dan membatasi pemeluknya dengan aturan-aturan yang ketat sehingga tidak adanya kebebasan di dalamnya yang berujung persepsi bahwa Islam adalah kuno, ekstrem, agama yang membawa kehancuran, dan lain sebagainya.
Statement di atas dibuktikan dengan adanya survei nasional oleh Pew Centre of Research for the People & the Press dan Pew Forum on Religion & Public Life pada tahun 2007 terhadap 3002 orang dewasa, menemukan bahwa orang Amerika yang bersifat positif terhadap islam memang masih lebih banyak dari pada yang bersikap negatif. Secara umum, empat dari sepuluh orang Amerika (43%) menyatakan bahwa mereka berpendapat simpatik terhadap kaum Muslim, sementara (35%) menyatakan pandangan negatif tentang Islam. Namun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jelas bahwa sikap negatif itu meningkat. Pada 2004, jumlah yang memandang simpatik pada Islam lebih tinggi, 48%. Sedang jumlah orang Amerika yang memandang negatif pada Islam lebih rendah, 32%.
Salah satu ukuran pandangan negatif itu adalah pilihan kata yang dianggap mewakili pensifatan Islam di mata para responden. Ketika riset ini meminta para responden menggambarkan Islam dalam satu kata, 30% mengungkapkan pernyataan negatif seperti “fanatik”, “radikal”, “teror”. Ini dua kali lipat dari jumlah orang yang mengungkapkan kata-kata positif tentang Islam, seperti “taat” (devout), “damai” (peaceful), “mengabdi” (dedicated). (Dikutip dari MadinaOnline.id)
Citra Islam bagi opini publik di Amerika Serikat memang cukup negatif. Menurut Kolbe (pakar migrasi di German Marshall Fund), orang Amerika tidak memusuhi Islam. Tetapi menurut jajak pendapat, pada tahun 2010 sekitar 49% mayarakat Amerika Serikat berpendapat negatif tentang Islam. Ini terutama karena pemberitaan di media, kata John Esposito, Direktur Institut untuk Studi Arab dan Islam di Universitas Georgetown, Washington. Islam banyak diberitakan berbarengan dengan ekstrimis, serangan bom bunuh diri, dan orang-orang yang memprotes Amerika. (Dikutip dari Deutsche Welle/dw.com).
Analisis Menggunakan Teori Komunikasi Massa
Pertama, jika dianalisis menggunakan teori agenda setting, pemerintahan Amerika Serikat dan media di Amerika Serikat kala itu berhasil menyetting pesan yang disampaikan kepada khalayaknya. Dengan menyetting sedemikian rupa, pesan yang disampaikan mengenai pemberitaan terorisme diarahkan ke satu kambing hitam yaitu Islam dan Muslim. Sehingga mengakibatkan opini publik Amerika Serikat terhadap Islam dan muslim menjadi negatif. Padahal menurut Presiden Barrack Obama saat berpidato di Islamic Center di Baltimore bulan februari lalu, terorisme itu tidak ada urusannya dengan agama atau keyakinan teretentu. (Dikutip dari Kompas.com)
Kedua, jika dianalisis berdasakan teori jarum suntik, media di Amerika Serikat saat itu berhasil membius khalayaknya. Hal ini terlihat dari meningkatnya perspektif negatif terhadap citra Islam di Amerika Serikat setelah banyak munculnya pemberitaan negatif terhadap Islam di sana. Sejalan dengan teori ini yang mengatakan bahwa, media diibaratkan sebuah jarum yang dapat membius publik sehingga publik tidak berdaya dan menerima informasi dari media begitu saja. Bahkan menganggap bahwa hal itu merupakan sebuah kebenaran, dalam hal ini pemberitaan negatif terhadap agama Islam.
Referensi
Olii, Helena. 2007. Opini Publik. Jakarta : PT. Indeks.
Norman John Powell. 1959. Anatomy of Public Opinion. New York : Prentice-Hall
Nurudin. 2001. Komunikasi Propaganda. Bandung : Remaja Rosdakarya
ConversionConversion EmoticonEmoticon